Pages

Sunday, March 23, 2008

RESUME BERITA NASIONAL 24 MARET 2008

MINYAK TANAH DITARIK, USAHA KOMPOR MELEMPEM
Sumber : Liputan6 – 21 Maret 2008

Jakarta:
Perajin kompor minyak tanah mengeluh. Rencana pemerintah menarik minyak tanah subsidi di Jakarta pada Mei mendatang membuat penjualan kompor melorot tajam. Warga beralih menggunakan kompor gas karena harga gas ukuran tiga kilogram jauh lebih murah dibanding minyak tanah nonsubsidi yang mencapai Rp 8.000 per liter.

Kepada SCTV, belum lama ini, seorang pengusaha kompor di kawasan Cawang, Jakarta Timur, mengaku bisnisnya lesu. Vera yang sudah puluhan tahun menekuni usaha ini mengaku hanya satu kompor yang laku dalam dua pekan ini. Padahal sebelumnya, Vera bisa menjual lebih dari 50 kompor dalam sehari. Dia pun terpaksa merumahkah seorang karyawan.

Minyak tanah nonsubsidi sudah mulai dijual di stasiun pengisian bahan bakar umum. Tapi harganya yang selangit memaksa warga mengurungkan niat membeli bahan bakar itu. Tengok saja jejeran jeriken minyak tanah non subsidi di beberapa SPBU di Depok, Jawa Barat. Sejak dipasarkan sebulan lalu, hanya tiga jerigen yang terjual.

Dengan ditariknya minyak tanah subsidi ini, masyarakat dipaksa menggunakan kompor gas yang jauh lebih murah yakni sekitar Rp 13 ribu per tiga kilogram. Itu berarti pengguna kompor minyak tanah makin berkurang. Bahkan bukan tak mungkin kompor minyak tanah buatan Cawang kelak hanya tinggal cerita.

****

MINYAK TANAH LANGKA DI SEMARANG
Sumber : Liputan6 – 22 Maret 2008

Semarang:
Kelangkaan minyak tanah masih terjadi di Semarang, Jawa Tengah. Di salah satu pangkalan minyak tanah di Kalisari, Semarang, Jumat (21/3), tampak antrean panjang warga dan barisan jeriken. Mereka rela mengantre berjam-jam demi mendapatkan minyak tanah dengan harga Rp 2.500 per liter. Namun pembelian dibatasi, paling banyak lima liter per orang. Ini guna mencegah pembelian dalam jumlah banyak oleh satu orang yang bisa berakibat sebagian warga tidak kebagian.

Kelangkaan minyak tanah di Semarang akibat pasokan berkurang. Bila semula pangkalan mendapat kiriman minyak tanah dua kali per pekan, saat ini hanya sekali pengiriman. Jumlahnya pun dikurangi, dari 600 liter sekali kirim menjadi hanya 400 liter. Diperkirakan, antrean membeli minyak tanah di Semarang meluas. Sebab kekurangan jatah ternyata juga dialami oleh sejumlah pangkalan lainnya.

****

PEDAGANG KECIL MULAI MELIRIK GAS
Sumber : Liputan6 – 22 Maret 2008

Jakarta:
Belum semua warga beralih ke gas elpiji meski program konversi minyak tanah sudah berjalan hampir setahun. Maman, pedagang bubur ayam dan baso di Kuningan, Jakarta Selatan, misalnya. Sudah dua bulan terakhir ia membeli minyak tanah Rp 5.000 per liter. Dengan lima kompor, ia menghabiskan 100 liter minyak tanah dalam sepekan. Sekitar Rp 500 ribu dikeluarkan hanya untuk biaya memasak. Padahal harga kebutuhan pokok di pasar juga melambung.

Lain Maman, lain pula Didi. Berdagang sejenis di kawasan Cililitan, Jakarta Timur, ini menggunakan kompor gas satu tungku untuk dagangan mi instan. Meski belum sepenuhnya beralih ke gas, Didi mengatakan sudah bisa berhemat. Namun setidaknya ia sudah melaksanakan program konversi. Sebab saat minyak tanah bersubsidi dihentikan penyalurannya Mei mendatang, pedagang kecil akan makin merasakan beratnya menggunakan minyak tanah karena akan dijual seharga Rp 8.600 per liter.

****

PROGRAM KONVERSI MENGANCAM INDUSTRI KOMPOR MINYAK TANAH
Sumber : Liputan6 – 22 Maret 2008

Jakarta:
Rencana pemerintah menarik minyak tanah subsidi di Jakarta, Mei mendatang, membuat penjualan kompor minyak melorot tajam dan terancam gulung tikar. Pasalnya, sebagian besar warga mulai beralih menggunakan kompor gas karena harga tabung gas ukuran tiga kilogram lebih murah ketimbang minyak tanah nonsubsidi yang mencapai Rp 8.000 per liter.

Penyusutan jumlah pembeli kompor minyak dirasakan para pelaku usaha pembuatan kompor tradisional di Cawang, Jakarta Timur. Di kawasan ini terdapat sekitar 20 tempat usaha pembuatan kompor tradisional. Rata-rata mereka mengalami kesulitan serupa akibat makin banyaknya warga tak lagi menggunakan kompor minyak tanah.

Andi, misalnya. Ia mengeluh penghasilannya turun drastis akibat berkurangnya jumlah pembeli terkait program konversi minyak ke gas dari pemerintah. Kepada Liputan 6 SCTV, Jumat (21/3), Andi mengaku sebelumnya dapat memperoleh penghasilan Rp 1 juta per bulan. Namun ia kini hanya memperoleh pendapatan berkisar antara Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu. Jika kondisi ini terus berlanjut, Andi berencana meninggalkan pekerjaan yang telah digeluti selama 15 tahun.

Putus asa juga dirasakan Usman, pengusaha kompor lainnya. Ia sebelumnya mampu menjual 50 unit kompor minyak per hari. Namun setelah ada program konversi, satu kompor pun sulit terjual. Usman akhirnya memangkas jumlah karyawan dari 10 orang menjadi seorang pekerja.

Program konversi rupanya turut meresahkan para pengecer dan agen minyak tanah. Sebab adanya konversi berarti pemerintah akan menarik minyak tanah bersubsidi di Ibu Kota mulai Mei 2008. Karena itu, mereka khawatir kehilangan pekerjaan yang selama ini menghidupi keluarga.

Kekhawatiran itu dialami Sarman. Ia dan kawan-kawannya sesama pengecer galau jika pemerintah menarik minyak tanah subsidi. Padahal, Sarman selama ini menghidupi istri dan enam anaknya dari mengecerkan minyak tanah. Sarman enggan beralih menjadi pengecer gas elpiji.

Pemilik pangkalan minyak tanah pun resah karena tidak memiliki modal untuk beralih menjadi pemilik pangkalan gas elpiji. Junita Pracida, pemilik pangkalan minyak tanah di Mangga Besar, Jakarta Barat, mengaku terpaksa menyediakan gas elpiji lantaran pemerintah tidak memberi pilihan.

Guna menyelamatkan keuangan negara, konversi minyak tanah subsidi ke gas memang menjadi pilihan pemerintah. Setahun silam, subsidi minyak tanah mencapai Rp 31 triliun atau setengah dari total subsidi minyak dan gas nasional. Alhasil, para pengusaha minyak tanah mau tidak mau mengkonversi usaha mereka ke gas.

Menurut Ketua Himpunan Swasta Nasional Minyak dan Gas M. Nur Adib, di Jakarta terdapat 205 agen, 1.740 pangkalan, serta sekitar 25 ribu pengecer. Untuk agen dan pangkalan, lanjut Nur, ada program kredit lunak yang ditawarkan PT Pertamina bersama sejumlah bank. Salah satu agen elpiji yang telah memanfaatkan fasilitas kredit perbankan adalah Maharani. Ia ikut membantu 40 pemilik pangkalan minyak tanah asuhannya untuk mengakses kredit meski tak semuanya bersedia.

Untuk memanfaatkan fasilitas tersebut, Manajer Operasional Bank Rakyat Indonesia cabang Cut Meutiah, Jakarta Pusat, Rory L. Toruan mengatakan pihak bank hanya mensyaratkan foto kopi kartu tanda penduduk, kartu keluarga, surat nikah, dan keterangan usaha dari pihak kelurahan. Kredit yang diterima, jelas Rory, maksimal Rp 100 juta dengan kisaran bunga sembilan persen hingga 16 persen. Sayang, lantaran kurang sosialisasi, baru segelintir pemilik agen dan pangkalan minyak tanah yang memanfaatkan fasilitas kredit untuk konversi usaha mereka.

****

PRODUSEN KOMPOR DI UJUNG HARAP
Sumber : Liputan6 – 22 Maret 2008

Depok:
Upaya pemerintah menyelamatkan Anggaran Nasional akibat kenaikan minyak dunia harusnya tak semua ditimpakan ke masyarakat. Beban dibagi ke pemerintah daerah misalnya, yang selama ini mendapat keuntungan bagi hasil minyak. Dengan demikian, masyarakat terutama yang mencari penghidupan menggunakan minyak tanah tak ketar-ketir.

Subur, misalnya. Produsen kompor minyak tanah di kawasan Depok, Jawa Barat ini sadar bahwa Mei nanti usaha yang ditekuninya selama puluhan tahun akan tutup. Atau dengan sisa harapan yang ada, Subur mencoba bertahan dengan mengubah seng rongsokan ke bentuk lain selain kompor.

Kebingunan makin kuat dirasakan Subur dari hari ke hari seiring barang dagangan yang mulai tak laku. Kegundahan yang sama pun menghinggapi rekan seprofesinya. Mereka jelas khawatir warga beralih menggunakan kompor gas karena harga gas jauh lebih murah dibanding minyak tanah nonsubsidi yang mencapai Rp 8.000 per liter.

Matinya usaha kompor yang tersebar di seluruh Indonesia hanyalah contoh kecil yang harus dihadapi pemerintah. Ribuan usaha lagi bakal mengalami nasib sama seperti pedagang minyak tanah keliling yang terancam menganggur. Sebagai salah satu negara penghasil minyak, harusnya hal ini bisa dihindari bila pemerintah bisa menumbuhkan iklim investasi di bidang minyak dan gas.

****

SEBAGIAN WARGA MISKIN BELUM MENDAPAT KOMPOR GAS
Sumber : Liputan6 – 24 Maret 2008

Jakarta:
Rencana pemerintah menarik minyak tanah bersubsidi pada Mei nanti ternyata belum dibarengi dengan persiapan yang matang. Di Jakarta, masih banyak warga miskin pengguna minyak tanah yang belum mendapatkan tabung gas gratis.

Salah seorang warga Ibukota yang belum mendapat tabung gas adalah Wiji. Warga Mampang Prapatan, Jakarta Selatan yang masuk dalam kategori miskin ini sangat membutuhkan minyak tanah agar bisa berdagang makanan untuk sekadar menyambung hidup.

Di Sukmajaya, Depok, Jawa Barat para pedagang minyak tanah keliling hanya bisa termangu di pangkalan minyak juragannya. Gambaran masa depan kini makin buram. Betapa tidak, dengan ditariknya minyak tanah subsidi mereka kehilangan pekerjaan.

Kebijakan pemerintah menarik minyak tanah subsidi adalah lanjutan program konversi minyak tanah ke gas elpiji sebagai langkah penghematan subsidi BBM. Pemerintah mentargetkan pengurangan konsumsi minyak tanah sebesar 2 juta kiloliter.

****

WARGA DEPOK KEMBALI KE KOMPOR MINYAK TANAH
Sumber : Metro TV – 21 Maret 2008

Depok:
Sejumlah warga Depok, Jawa Barat, penerima paket kompor gas program konversi bahan bakar minyak kembali menggunakan kompor minyak tanah. Pasalnya kompor gas yang mereka terima rusak. Demikian pantauan Metro TV di Depok, baru-baru ini.

Warga Rukun Warga 03 dan 08, Tanah Baru Beji, misalkan. Mereka mengeluhkan kualitas kompor gas yang dibagikan pemerintah. Memang ada warga yang berusaha memperbaiki kompor gas mereka yang rusak. Tapi kebanyakan dari mereka mendiamkan saja. Mereka mengaku tak punya uang.

warga mengaku lebih nyaman dan aman menggunakan kompor minyak tanah. Meski demikian kini mereka mulai bingung. Sebab terhitung 1 Mei mendatang harga minyak tanah akan melambung sampai Rp 8.600 per liter.

****

HINDARI KENAIKAN BBM, LIFTING MINYAK DIGENJOT
Sumber : Okezone – 23 Maret 2008

JAKARTA :
Untuk mengurangi biaya APBN akibat melonjaknya harga minyak, pemerintah bisa menaikkan lifting produksi minyak mentah. Sehingga, langkah menaikkan harga BBM bisa dihindarkan.

"Itu merupakan langkah elegan untuk menyikapi mahalnya biaya subsidi BBM yang membebani APBN," kata pengamat perminyakan Kurtubi kepada okezne, di Jakarta, Minggu (23/3/2008).

Dia mengatakan, dengan menambah lifting produksi minyak mentah dalam negeri, pemerintah akan ikut menikmati tingginya harga minyak dunia yang sempat hampir meyentuh USD110 per barel.

Pemerintah juga bisa melakukan penghematan atas cost recovery yang diajukan perusahaan pertambangan sebagai ganti atas kerugian pertambangan yang dilakukannya. "Dengan melakukan efisiensi ini, tekanan harga minyak terhadap APBN bisa ditekan," katanya.

Selain itu, pemerintah juga harus mengoreksi formulasi harga BBM yang saat ini menggunakan formula rata-rata harga minyak di Singapura (mean of platts Singapore/MOPS) plus alpha, di mana alpha merupakan ongkos kirim BBM dan distribusi bagi SPBU menjadi biaya pokok plus fee.

"Sehingga kalau harga minyak naik, fee tetap. Tidak seperti sekarang, jika harga minyak naik fee yang dihitung melalui alpha ikut naik juga," ungkapnya.

Pemerintah melalui persetujuan DPR juga bisa menerapkan pajak tambahan kepada perusahaan pemboran yang telah berproduksi. "Dengan demikian, meski harga minyak naik, pendapatan pemerintah dari minyak juga ikut naik," pungkasnya.

****

16.500 KG SOLAR SELUNDUPAN TERBONGKAR
Sumber : Okezone – 24 Maret 2008

JAKARTA :
Penyelundupan BBM tampaknya kian marak. Hasil operasi Polda Jawa Barat pun berhasil menggagalkan sedikitnya 16,5 ton BBM bersubsidi pada Sabtu (22/3).

Operasi tersebut dilakukan dalam rangka mengantisipasi kebijakan pemerintah yang akan menghilangkan subsidi BBM minyak tanah di wilayah DKI. Demikian disampaikan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Abubakar Nataprawira, di Mabes Polri, Minggu (23/3/2008).

Total barang bukti tersebut diperoleh dari dua tangkapan. Pertama, 8 ton solar berhasil diamankan kepolisian dari tangan empat tersangka. Truk pengakut solar oplosan itu diamankan saat tengah melaju di wilayah Bogor menuju Jakarta.

Keempat tersangka adalah pengemudi Yadi Mulyadi (40), Tata Subrata (37), kernet Nandang (32), dan pemilik truk Tatesehabudin, warga Kp Sindangsari RT05/28, Melong, Cimahi Selatan, Bandung.

Sedangkan tangkapan kedua juga dilakukan di sekitar wilayah Bogor menuju Jakarta. Polisi berhasil mengamankan satu truk yang berisi 8,5 solar oplosan. Satu tersangka melarikan diri. Identitas pemilik truk diketahui adalah PT Friama Fajar Mandiri (Jakarta Timur).

No comments:

Post a Comment